Kamis, 23 Oktober 2014

diving apakah olahraga yang mahal


diving apakah olahraga yang mahal?


IMG_0064-002
Sebagai anak baru, saya yang tadinya sama sekali tidak melirik laut sebagai pilihan destinasi untuk plesiran, cukup gencar ngomporin temen-temen yang belum mau belajar menyelam. Konon, ini salah satu ciri-ciri diver Jakarta: ngracunin orang lain untuk ikutan belajar diving. Itu, selain bahwa mereka katanya merasa punya insang yang harus dibasahi setidaknya sekali dalam dua bulan.
Jam terbang saya masih sangat sedikit. Dive log saya bahkan belum menyentuh angka 30. Tapi dengan pengalaman yang baru seiprit itu, saya tetap merasa wajib membagi cerita dan –tentu saja– meracuni yang lain untuk segera ambil dive license pada kesempatan pertama. Mungkin karena saya blogger. Dalam pemahaman saya, sedari awal, blog memang spiritnya adalah berbagi dan menyampaikan informasi kepada pembaca blog. Berbagi adalah agama kami, para blogger ini. Maka dalil sampaikanlah meskipun hanya satu ayat, itu sungguh benar adanya.
Ada beberapa alasan yang paling umum, kenapa orang ragu-ragu untuk mencoba diving.

1. Takut Air

Ini alasan yang paling banyak saya dengar. Beberapa orang pernah mengalami kejadian gak enak yang berhubungan dengan air. Pernah tenggelam, pernah kegulung ombak, tidak bisa berenang, dan sebagainya.
Percayalah, rasa takut sebaiknya jangan diberi panggung. Saya, alhamdulillah belum pernah mengalami yang namanya hampir tenggelam atau terbawa ombak sampai menimbulkan trauma yang susah disembuhkan. Tapi dari dulu, entah kapan mulainya, saya selalu takut melihat laut. Jutaan kubik air, ombak yang bergulung-gulung, air, air,  dan hanya air yang menguasai batas pandang hingga ke garis cakrawala, buat saya sungguh terasa menyeramkan. Belum lagi kalau membayangkan bahwa di laut, kita tidak tahu berapa kedalaman sebelum kita dapat menyentuh dasarnya.  Lima puluh meter, seratus, dua ratus meter? Aih. Ngeri betul.
Faktanya adalah, diving adalah olahraga yang relatif aman jika kita sudah punya ilmunya, punya bekal peralatan yang lengkap dan tentu saja dalam kondisi bagus. Jadi sebetulnya memang tidak ada alasan untuk takut, atau menganggap ini adalah olahraga ekstrem, meski memang bukan gak ada bahayanya. Tapi bicara bahaya, nyebrang jalan pun juga bisa mengancam nyawa kalau kita gak hati-hati, toh?

2. Belajar Diving Itu Mahal

Alasan kedua yang paling umum: karena diving itu olahraga yang butuh banyak biaya. Males juga harus ngeluarin duit berjuta-juta hanya supaya bisa menyelam.
Begini. Mahal atau murah itu gak ada standarnya. Tas berharga puluhan juta rupiah bisa saja dianggap bukan barang mahal. Ada orang yang bersedia membayar jutaan untuk sebuah tas bermerk bagus, karena barangnya memang bagus, dengan kualitas bahan yang juga bagus. Beberapa orang bahkan mengoleksi tas-tas semacam ini untuk investasi. Tas-tas ini bisa disewakan atau dijual kembali kalau suatu saat nanti si pemilik sudah bosan.
Diving juga begitu. Saya sempat ragu-ragu dan menghitung-hitung sebelum memutuskan untuk ambil license. Lumayan berat membayangkan, saya harus merelakan sekian juta hanya untuk belajar dan mendapat sertifikasi open water diving. Duh, sayang banget yak? Duit segitu kan bisa buat beli ini itu, bisa ditabung, bisa nambah-nambahin dana buat investasi.

3. Alatnya Mahal-mahal

Betul. Alat yang dibutuhkan untuk olahraga ini harganya memang gak murah. Tapi dibilang mahal banget, ya gimana ya? Lagi-lagi, mahal atau murah itu apa sih ukurannya? Tapi sebagai gambaran, untuk seperangkat basic gear: wet suit, mask (dan snorkel), fins, booties, kita harus rela membayar 3 sampai dengan 4 juta rupiah. Tergantung pilihan model dan merk-nya. Kita bebas memilih yang sesuai budget, seperti kita bebas memilih mau beli sepatu atau baju dengan merk apa dan harga berapa.
Kabar baiknya, sebagai pemula, kita TIDAK HARUS membeli sekaligus semua peralatan yang saya sebutin di atas. Hampir semua dive center menyediakan dive gear lengkap untuk disewakan, kalau memang kita belum punya alat. Kita tinggal berangkat bawa badan kalau mau. Beberapa teman saya kadang juga melakukan ini, kok. Kalau pengen diving tapi males bawa alat, ya udah, berangkat aja. Alat mah gampang. Bahkan mau sewa underwater camera pun ada.
Saya pernah tergoda untuk beli BCD dan regulator. Harganya yaaa gitu deh. Mahal. Hehehe. Tapi kata mas Firman, instructor saya di Do Adventures“Saranku sih gak usah beli sekarang, Mbok. Nikmati aja dulu aktivitasnya. Nanti kalo udah bener-bener ngerasa butuh dan harus punya, baru deh beli BCD.” Ah, iya juga ya.
Jadi sebetulnya, gak ada alasan untuk kita menunda-nunda belajar menyelam. Kalau ada waktu dan budgetnya, gak usah nunggu. Kalau masih merasa bahwa diving itu olahraga yang mahal, ya nabung aja dulu. Biaya untuk ambil license juga macem-macem, kok. Tinggal pilih yang sesuai dengan kemampuan. Kalau mau nyaman, harganya mungkin memang sedikit lebih mahal. Tapi pada dasarnya, ilmu yang kita dapat juga sama aja mau belajar di mana juga.
Saya ingat, malam pertama di Iboih, Pulau Weh, saya dan temen-temen ngobrol di warung kopi sampai hampir tengah malam. Ngobrol dan ketawa-ketawa sambil saling bercerita tentang berbagai hal gak penting. Di tengah percakapan, mas Firman tiba-tiba bertanya dengan wajah serius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar